source: pinterest |
Ketika semua orang malam ini asyik bersama "si cinta", apalah dayaku yang malam ini tiba-tiba dibawa kembali ke masa lalu. "Si cinta"-ku belum waktunya datang. Mungkin nanti, 10 tahun lagi, atau entah kapan, aku juga tidak begitu peduli.
Malam ini aku ingin menulis di blog. Entah lah, biasanya kalau masalah seperti ini aku cuma simpan saja di kepala, tidak diumbar-umbar, bahkan ke teman-teman. Sebenarnya yang akan ditulis banyak, bercabang, gak satu hal aja, tapi setiap halnya menurutku seperti rantai, berkaitan. Isinya ada sakit hati yang tidak terbalas, kebingungan, impian, takut, penyesalan, pokoknya perasaan campur aduk. Aku tidak berharap tulisan ini di baca, karena sebenarnya tidak penting juga. Tapi aku cuma punya keyakinan kalau suatu hari aku baca tulisan ini lagi di tempat-tampat yang pernah berada di daftar keinginan atau bahkan di tempat yang pernah aku kutuk. KIta lihat saja nanti.
Jadi malam ini, sebenarnya sejak beberapa hari yang lalu aku melihat di timeline Facebook bahwa SMP-ku mengirimkan beberapa perwakilan untuk ke Malaysia mengikuti PRIN, aku lupa kepanjangannya apa tapi yang jelas itu salah satu kegiatan pramuka internasional yang pesertanya dari sekolah-sekolah yang tergabung dengan JSIT (bisa googling JSIT itu apa). Jujur, menuliskannya saja aku sebenarnya malas. Aku tidak ada sakit hati, cuma karena pernah jadi bagian dari cerita hidupku jadi aku agak sedikit sensitif dengan itu.
Tinga tahun yang lalu, juga di bulan November, PRIN juga di adakan di Malaysia. Aku yang ketika itu kelas 9, yang mana akan UN ditawari oleh sekolah untuk ikut. Maksudku bukan aku sendiri yang ditawari, seluruh anggota pramuka ditawari. Aku ya tentunya tertarik dan aku bilang ke pembina pramuka di sekolah kalau aku ikut. Sebetulnya untuk ikut jambore ini tidak gratis, bahkan ada rentang waktu membyarnya, ada gelombangnya. Pendaftaran gelombang pertama waktu itu sekitar hampir 7 juta. Tidak sedikit memang uang keluar. Kalau tidak salah juga gelombang ketiga membayar hampir 12 juta. Itu baru daftar aja, belum ini itu lain-lain. Uang sebanyak itu di dalam bayangku sekarang sebagai anak SMA bisa untuk jalan-jalan ke Labuan Bajo, Waingapu, Pulau Komodo, pokoknya bisa untuk sesuatu yang lebih keren lah, iya gak sih? Aku pastinya bilang ke ortu kalau mau ikut ini. Awalnya respon ortu cuma "ya, ya" aja, tapi semakin dekat batas pendaftaran gelombang pertama semakin seperti memberi kode "Tidak". Bisa dibilang aku pramuka akut, buku Boyman jadi makanan. KEtika semua orang belajar buat ulangan, aku malah lebih suka buka Boyman, belajar, siapa tahu ada LCT Pramuka. Alhasil ranking buntut. Ini gak lepas dari bagaimana ortuku dulu pramuka akut. Menurun ke aku.
Ternyata benar, ortu gak bolehin. Mereka bilang sebentar lagi UN, jadi lebih baik fokus. Perasaan pa itu gimana? ya sakit ya. Aku dari SD pengin sekali bisa ikut Kemnas, tapi gak kesampaian. Ketika kesempatannya datang di depan mata, malah ada aja halangan. Sebenarnya kalau aku lihat bukan masalah karena akan UN atau bagaimana, tapi aku rasa salah satunya karena materi juga. Aku bisa bayangkan banyaknya uang yang keluar untuk ikut ini. Setiap hari aku bujuk mereka untuk membiayaiku ikut kegitan ini tapi hasilnya nihil. Wallahu alam. Sampai akhirnya kuluar nama-nama yang akan berangkat ke Malaysia. Dari kelasku ada 3 orang yang ikut. Merekapun akhirnya berangkat.
Sampai lah hari dimana mereka berangkat ke Jakarta, dua hari di sana sebelum terbang ke Malaysia. Seorang teman mengirimkanku foto kalau mereka sudah tiba di Cibubur, transit. Aku ceritakan ke Ibuku, mereka sudah sampai di Jakarta. Sedih rasanya, menyalahkan semua orang, tangisan pecah, bahkan ketika menulis ini aku ingin menangis. Jujur, tidak bohong. Sejak hari itu tumbuh sakit hati, berbuah benci. Sejak saat itu aku mulai benci yang tidak sewajarnya dibenci. Aku mulai benci Malaysia. Aku tidak ingin lagi dengar nama itu, aku tidak ingin lagi melihat Petronas, tidak ingin lagi melihat Upin & Ipin, bahkan ketika itu muncul di TV aku langsung cepat-cepat mengganti. Seperti fobia. Intinya setiap apapun yang menyangkut Malaysia aku sedikit sensitif. Ini nyata. Dan juga salah satu yang menjadi sasaran kebencianku adalah Pramuka itu sendiri. Sejak saat itu aku sudah mulai tidak berselera lagi untuk aktif pramuka di SMA. Semua Ilmu-ilmu Boyman perlahan hilang dari kepalaku. Begitu juga dengan pembina pramukaku yang ikut berangkat ke Malaysia, ia juga menjadi korban kebencianku. Teman-temanku yang berangkat juga begitu, namun hanya beberapa hari. Penyebabnya tidak lain bukan karena iri, namun karena batalnya aku ikut Jambore tersebut sedangkan saat itu aku sangat-sangat ambisius untuk bisa ikut.
Caraku membenci disini bukan seperti yang menyumpah-nyumahi atau mengutuk apa yang aku benci itu, bukan. Tapi yang aku lakukan yaitu aku lebih seperti menghindar dan tidak ingin mendengarnya. Yang jelas hanya aku yang tahu kalau aku benci. Aku juga tidak memasang ekspresi marah atau jijik. Mungkin lebih tepatnya seperti, "Ah stop, aku gak mau bahas ini". Jadi setiap aku melihat hal-hal itu aku seperti menghindari.
Ada banyak hikmah di balik kejadian ini. Ada yang baik ada yang buruk. Di bulan yang sama dengan kegiatan itu Ibuku divonis dokter Jantung Bocor, sehingga beberapa kali keluar masuk rumah sakit, hingga akhirnya dioperasi pada bulan Januari 2015 di Jakarta. Seandainya aku ikut mungkin ada perasaan tidak enak. Tapi ada juga baiknya. Ketika itu untuk pertama kalinya aku diperbolehkan mengikuti lomba menulis cerpen dan untuk pertama kalinya pula aku memperoleh juara nasional. Sebelumnya setiap aku ingin ikut lomba tersebut, aku tidak pernah memberi tahu ortuku, jadi aku menulis diam-diam di kamar. Setiap akan mencetaknya di kantor Ayahku, aku hanya bilang itu tugas sekolah. Mungkin itu penyebab aku tidak pernah menang sebelumnya.
Intinya kejadian itu adalah yang cukup membekas di diriku, membawa pelajaran banyak yang tidak di bawa oleh kejadian lain.
Tapi malam ini, aku kembali dibuat teringat oleh masa lalu. Ternyata sejak tigak tahun yang lalu keadaan masih sama, aku masih tetap di sini. Aku masih suka bertanya kenapa tidak jadi pergi ke Malaysia padahal nyatanya aku sudah tahu jawabannya. Aku mirip orang gila benar, bertanya pertanyaan yang jawabannya di depan mata, terbayang setiap hari. Yang lebih parahnya aku suka bertanya, "Kenapa aku belum juga ke luar negeri (untuk mencari ilmu dan pengalaman)?". tidak ada sangkut pautnya dengan PRIN dan Malaysia tapi bagiku seharusnya itu menjadi langkah awal bagiku. Selalu pertanyaan bodoh itu terlontar di pikiranku, "Bagaimana ia bisa ke luar negeri?","Aku harus gimana untuk ke luar negeri?","Iya ya Allah aku emang gak jadi waktu itu ke Malaysia tapi bisa agak aku berangkat ke luar negeri? Apa salahnya ya Allah?","Ah, coba aku ke Malaysia waktu itu".
Ada beberapa orang yang tahu betul aku ingin sekali pergi ke Jepang. Jepang itu salah satu negara impianku. Sejak tahun 2014 sampai 2017 doaku selalu sama, hanya berganti tahun saja, "ya Allah, berikanlah Dhira kemudahan, semoga tahun ini 2014/2015/2016/2017 Dhira dapat menginjakkan kaki di Tokyo, Jepang." Seperti itulah doaku dari tahun ke tahun. Bartahun-tahun berdoa. Lelah? Aku tidak bisa mengatakannya, karena sampai saat ini aku masih terus berdoa. Rasa lelah itu tidak terasa bagiku. Tapi kenapa ke Malaysia aku begitu sakit hati? Aku juga tidak tahu.
Inti dari curhat ini adalah aku teringat kembali kejadian 3 tahun yang lalu, banyak mimpi yang tergelincir ke dalam jurang dan tidak kembali. Sedih, sedihnya itu seperti ini sudah tiga tahun berlalu tapi aku masih begini-begini saja. Dari apa yang aku tulis terlihat bahwa ku bercita-cita untuk pergi ke luar negeri, ke Jepang. 2017 sudah akan habis, rasanya sulit untuk mimpi ke Jepang itu terwujud di akhir tahun ini, tapi begitulah cara Allah mengujiku, jadi mungkin doa itu masi akan terus terlantun sampai akhir tahun ini.
Begitu banyak negara yang menjadi impianku; Jepang, Jerman, Mongolia, Timor Leste, Korea Utara, Korea Selatan, Turki, banyak lagi. Dengan tulisan yang panjang ini semoga aku bisa membacanya lagi di negara impianku, memperlihatkan kepadaku kalau beginilah naik-turun dan susah-mudahnya berdiri di puncak.
Malam ini selesai sudah curhat pertama saya di blog ini. Akan sangat banyak curhat-curhat lainnya yang akan muncul.
Terakhir,
Di malam minggu yang terkutuk bagi para penyendiri, aku ingin berdoa semoga tidk ada lagi sedih, masa lalu tetap masa lalu. Lusa (2018) akan kubaca lagi tulisan ini di Negeri Ottoman. Wallahu alam.
Nadhira Fahrin
Lombok, 12/10/2017 24.08 WITA.
Inti dari curhat ini adalah aku teringat kembali kejadian 3 tahun yang lalu, banyak mimpi yang tergelincir ke dalam jurang dan tidak kembali. Sedih, sedihnya itu seperti ini sudah tiga tahun berlalu tapi aku masih begini-begini saja. Dari apa yang aku tulis terlihat bahwa ku bercita-cita untuk pergi ke luar negeri, ke Jepang. 2017 sudah akan habis, rasanya sulit untuk mimpi ke Jepang itu terwujud di akhir tahun ini, tapi begitulah cara Allah mengujiku, jadi mungkin doa itu masi akan terus terlantun sampai akhir tahun ini.
Begitu banyak negara yang menjadi impianku; Jepang, Jerman, Mongolia, Timor Leste, Korea Utara, Korea Selatan, Turki, banyak lagi. Dengan tulisan yang panjang ini semoga aku bisa membacanya lagi di negara impianku, memperlihatkan kepadaku kalau beginilah naik-turun dan susah-mudahnya berdiri di puncak.
Malam ini selesai sudah curhat pertama saya di blog ini. Akan sangat banyak curhat-curhat lainnya yang akan muncul.
Terakhir,
Di malam minggu yang terkutuk bagi para penyendiri, aku ingin berdoa semoga tidk ada lagi sedih, masa lalu tetap masa lalu. Lusa (2018) akan kubaca lagi tulisan ini di Negeri Ottoman. Wallahu alam.
Nadhira Fahrin
Lombok, 12/10/2017 24.08 WITA.
Komentar
Posting Komentar