Langsung ke konten utama

Menunggu

source: Pinterest

Ketika akan tiba malam, sekumpulan ternak kan kembali.
Hawa dingin menusuk kulit, tak pelak bila ia sakit tempo hari dibuatnya.
Warna rambut ini memang tak berubah, tapi hati begitu kelabu belakangan.
Jiwa-jiwa yang begitu mengabdi tampak hilang satu persatu, pulang bertemu masa lalu.

Sunyi sekali di sini, hanya tumpukan partikel putih yang menemani ratusan bingung yang terpikul di pundak.
Hingga esok, lusa, akan sama keadaan bila tidak bergerak.
Sampai Ibu datang dari kota ini tidak akan merubah keadaan.
kupilih tuk berbaring, melepaskan tatapan kosong kearah langit-langit jerami itu, berharap semua hilang.

Mulai turun butir-butir salju, jatuh di hidungku, dingin, itu cukup untuk menambah keinginanku untuk bertemu.
Secangkir teh tidak cukup berhasil untuk melupakan, mengabaikan,
Bila ada waktu, hampiri aku.
Maka redup kan kembali hidup, raga kan kembali menyala.

Terlalu lama untuk diratapi.
Angin hanya sekedar lewat, jauh lebih bersahabat dari pada masa lalu.
Jangan cemas, ia kan datang.
Jangan takut, sekarang dan lalu adalah sama.
Cukup kau bersabar, duduk dan nikmati pertunjukan.
Akan ada hari untuk menyatakan.
Akan ada waktu untuk tak lagi meragukan.

Aku tetap sabar.
Berjalan di atas tumpukan salju, aku juga berdoa.
Kemudian aku akan berlari, dan tak ada lagi kelabu.
Tidak ada lagi kaki yang rapat, karena sebentar lagi kan bertemu. 
Aku akan (terus) menunggu.

Masih menunggu.
Nadhira Fahrin, Indonesia.
19/11/2017 17.13 WITA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Satu Sisi Tak Terduga

Alhamdulillah. Di satu sisi memang terkadang kurang bersyukur, tapi di sisi ini aku perlu bersyukur. Kalau ditanya sudah berapa kali mengeluh? Jawabannya mudah, tiap saat. Hahahaha. Sudah tiga bulan aku hiatus nulis blog, padahal resolusinya rutin ngisi blog. Ndak konsisten, ya. Sebenarnya kemarin-kemarin mau nulis curhatan tentang satu tahun di Mataram (tempat tinggalku sekarang), tapi ada yang jauh lebih menarik untuk ditulis malam ini.  Alhamdulillah. Kata-kata yang sekarang gak cuma Muslim doang yang mengucapkan, bahkan guru matematika-ku yang beragama Hindu aja selalu ucap Alhamdulillah (kalau trouble-maker gak masuk kelas pas pelajaran beliau, hahah). Gak cuma beliau, teman-temanku yang Kristen dan Hindu di kelas juga ucap Alhamdulillah. Tapi ada yang beda, Alhamdulillah-ku yang ini emang beda banget dengan Alhamdulillah yang kuucapkan biasanya. Hari ini (02/16/17) kebetulan sekali aku menemani kakak-kakak crew Zetizen Lombok Post untuk ikut roadshow first a...

Dear Dhira

A short message for a mess self, who surrounded by confusion. Dear Dhira, a semi-mature kid, a weakened soul. How many time have you spent for thinking about the weight of life It was just a beginning, Dhira, you were too short to taste all the rigors But your eyes has just tired to see the whole matter Dear Dhira, this is you, your another side. You were not alone, generous souls are around you There are a lot of kindness that wait for you further Just strenghten you knees and mind, there is still long way to through Dear Dhira, I'm your another side, a side that you needed right now, a side that always being aware that you have tired But Dhira, remember, far ahead you will see the light, the light that lead you be a soul that you want to be. -From your another soul Nadhira Fahrin Padang, 12/03/2018 23.04

Doa

Foto ini di ambil pada tanggal 1 Januari 2017 oleh Nadhira Fahrin. Kepada tanah yang kuinjak, aku tahu ini bukan sehari-dua hari engkau terbentuk. Kepada tanah yang kujunjung, aku tahu bukan hanya aku yang menjunjung. Kepada tanah yang kubanggakan, banyak yang memilikimu, bukan?  --- Hari ini, 18 April, aku memandangi layar sebuah benda hitam dengan layar dan potongan-potongan huruf, ini buah dari kemajuan akal serta pikiran manusia, bukan? Hari Ini, 18 April, aku menyanyikan lagu yang benar-benar terasa masuk ke hati, ini berkat sebuah perjuangan ratusan tahun, yang terekam oleh sejarah itu, bukan? Hari ini, 18 April, aku makan dengan lahap di sebuah meja makan di rumah, dengan lauk pauk beragam, dengan tangan kanan kosong, yang hadir oleh tangan-tangan luar biasa di medan dapur itu, bukan?  --- Untukku, 17 tahun, apa yang sudah kamu lihat 17 tahun ini? Jangan muluk-muluk 17 tahun, apa yang telah kamu lihat kemarin? Kamu lihat yang diharapkan? At...