source: google |
Hingga tanda itu berubah hijau.
Lima belas detik lebih, tak pasti.
Kau lihat, bukan hanya aku. Cukup bersabar.
Ketika hijau datang, tak sadar itu sebuah langkah terbaik.
Berhenti juga begitu, pijakan terbaik.
Dalam 32 bulan berbeda, inilah waktunya.
Sabar itu disini tempatnya.
Kalau begitu, aku mulai berjalan, terus berjalan.
garis belang itu mulai kurasakan keberadaannya.
Riuhnya 22 derajat tanpa permisi yang begitu nyata.
Semakin nyata, semakin tampak, semakin aku mengetahui keberaaannya.
Berhembus diantara jutaan kaki yang tampak sibuk dengan tugasnya.
Hanya perlahan aku terhanyut oleh pohon-pohon beton tanpa merusak langit itu.
Tidak perlu menuntut lebih, tak ingin menganggap kurang, hanya ini. cukup ini.
Berhembus menembus celah-celah pikiran, tak dapat ditolak.
Gugur diantara kebahagiaan, memerah daun jatuh yang tak pernah salah.
Beristirahat di bawah langkah kecilku, sore itu tak dapat berbohong, bahkan bila ia ingin lari.
Sesuatu didalam batin ini berteriak, "Terima Kasih!!'
Arloji hitam itu masih terus berdetak dan tak dapat berhenti.
Kembali aku bertemu sudut jalan berbeda.
Berdiri terbawa semilir angin musim gugur.
Dalam kidung doa yang terus terucap, dalam harap yang tak pernah putus, dalam mimpi yang tak pernah hilang, dan hari itu akan segera jadi milikku.
Nadhira Fahrin, 21.23 WITA Indonesia.
Komentar
Posting Komentar