Langsung ke konten utama

Semilir Angin Musim Gugur

source: google
Menunggu untuk beberapa detik di sudut senja.
Hingga tanda itu berubah hijau.
Lima belas detik lebih, tak pasti.
Kau lihat, bukan hanya aku. Cukup bersabar.

Ketika hijau datang, tak sadar itu sebuah langkah terbaik.
Berhenti juga begitu, pijakan terbaik.
Dalam 32 bulan berbeda, inilah waktunya.
Sabar itu disini tempatnya.

Kalau begitu, aku mulai berjalan, terus berjalan.
garis belang itu mulai kurasakan keberadaannya.
Riuhnya 22 derajat tanpa permisi yang begitu nyata.
Semakin nyata, semakin tampak, semakin aku mengetahui keberaaannya.

Berhembus diantara jutaan kaki yang tampak sibuk dengan tugasnya.
Hanya perlahan aku terhanyut oleh pohon-pohon beton tanpa merusak langit itu.
Tidak perlu menuntut lebih, tak ingin menganggap kurang, hanya ini. cukup ini.
Berhembus menembus celah-celah pikiran, tak dapat ditolak.

Gugur diantara kebahagiaan, memerah daun jatuh yang tak pernah salah.
Beristirahat di bawah langkah kecilku, sore itu tak dapat berbohong, bahkan bila ia ingin lari.
Sesuatu didalam batin ini berteriak, "Terima Kasih!!'

Arloji hitam itu masih terus berdetak dan tak dapat berhenti.
Kembali aku bertemu sudut jalan berbeda.
Berdiri terbawa semilir angin musim gugur.
Dalam kidung doa yang terus terucap, dalam harap yang tak pernah putus, dalam mimpi yang tak pernah hilang, dan hari itu akan segera jadi milikku. 

Nadhira Fahrin, 21.23 WITA Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Satu Sisi Tak Terduga

Alhamdulillah. Di satu sisi memang terkadang kurang bersyukur, tapi di sisi ini aku perlu bersyukur. Kalau ditanya sudah berapa kali mengeluh? Jawabannya mudah, tiap saat. Hahahaha. Sudah tiga bulan aku hiatus nulis blog, padahal resolusinya rutin ngisi blog. Ndak konsisten, ya. Sebenarnya kemarin-kemarin mau nulis curhatan tentang satu tahun di Mataram (tempat tinggalku sekarang), tapi ada yang jauh lebih menarik untuk ditulis malam ini.  Alhamdulillah. Kata-kata yang sekarang gak cuma Muslim doang yang mengucapkan, bahkan guru matematika-ku yang beragama Hindu aja selalu ucap Alhamdulillah (kalau trouble-maker gak masuk kelas pas pelajaran beliau, hahah). Gak cuma beliau, teman-temanku yang Kristen dan Hindu di kelas juga ucap Alhamdulillah. Tapi ada yang beda, Alhamdulillah-ku yang ini emang beda banget dengan Alhamdulillah yang kuucapkan biasanya. Hari ini (02/16/17) kebetulan sekali aku menemani kakak-kakak crew Zetizen Lombok Post untuk ikut roadshow first a...

Dear Dhira

A short message for a mess self, who surrounded by confusion. Dear Dhira, a semi-mature kid, a weakened soul. How many time have you spent for thinking about the weight of life It was just a beginning, Dhira, you were too short to taste all the rigors But your eyes has just tired to see the whole matter Dear Dhira, this is you, your another side. You were not alone, generous souls are around you There are a lot of kindness that wait for you further Just strenghten you knees and mind, there is still long way to through Dear Dhira, I'm your another side, a side that you needed right now, a side that always being aware that you have tired But Dhira, remember, far ahead you will see the light, the light that lead you be a soul that you want to be. -From your another soul Nadhira Fahrin Padang, 12/03/2018 23.04

Doa

Foto ini di ambil pada tanggal 1 Januari 2017 oleh Nadhira Fahrin. Kepada tanah yang kuinjak, aku tahu ini bukan sehari-dua hari engkau terbentuk. Kepada tanah yang kujunjung, aku tahu bukan hanya aku yang menjunjung. Kepada tanah yang kubanggakan, banyak yang memilikimu, bukan?  --- Hari ini, 18 April, aku memandangi layar sebuah benda hitam dengan layar dan potongan-potongan huruf, ini buah dari kemajuan akal serta pikiran manusia, bukan? Hari Ini, 18 April, aku menyanyikan lagu yang benar-benar terasa masuk ke hati, ini berkat sebuah perjuangan ratusan tahun, yang terekam oleh sejarah itu, bukan? Hari ini, 18 April, aku makan dengan lahap di sebuah meja makan di rumah, dengan lauk pauk beragam, dengan tangan kanan kosong, yang hadir oleh tangan-tangan luar biasa di medan dapur itu, bukan?  --- Untukku, 17 tahun, apa yang sudah kamu lihat 17 tahun ini? Jangan muluk-muluk 17 tahun, apa yang telah kamu lihat kemarin? Kamu lihat yang diharapkan? At...