source: pinterest Aku membawanya ke sebuah restoran tertutup setelah pertemuan kami itu. Kau dapat membayangkan bagaimana aku menelan makanan dihinggapi bayang-banyak kenyataan, bahwa kami harus menghadapi kesenjangan ini. Dilahirkan dari sekolah yang memiliki reputasi tinggi, dengan lulusan yang kompeten dibidangnya, siapa yang menyangka jalan kami berbeda. Siang itu, setelah kelulusan adalah momen terakhir kami bertemu. Ia memelukku yang masih tomboy kala itu dan berjanji akan mendukung masa depanku, tapi siapa yang tahu yang akan ia hadapi bahkan lebih buruk dari apa yang kuhadapi. Kami memesan dua cangkir kopi, dua piring bubur dan pencucui mulut, mengingatkanku akan ia yang tidak pernah lelah berbagi dan tentunya sabar dalam menghidupi diri. Wajahnya yang teduh, masih sama seperti lima tahun yang lalu. Panggung megah, riasan mahal dan kerlap-kerlip cahaya seperti mandi bagiku, diguyur oleh itu. Apa yang pernah kita ucapkan dulu, ketika nada yang tinggi membuat kami tert...